Video Beredar di Medsos, Komisi III DPR Minta Tindak Tegas Dugaan Praktik Bisnis Narkoba di Lapas
Anggota Komisi III DPR RI Supriansa mengatakan Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Cipinang harus bertanggung jawab, atas adanya dugaan praktik bisnis kotor terkait peredaran narkoba yang terjadi di dalam sel. Hal itu seperti terlihat dalam video yang sempat beredar di media sosial. "Mestinya Kalapas harus bertanggungjawab jika masih ada napi menjadi pelaku bisnis narkoba di Lapas,” kata Supriansa kepada wartawan, Sabtu (16/10/2021).
Legislator Fraksi Partai Golkar ini meminta kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM harus lebih tegas serta selektif dalam memilih Kepala Lapas di seluruh Indonesia. "Dia yang evaluasi anak buahnya dong. Kan Kalapas yang bersentuhan langsung warga binaan di Lapas masing masing," ucapnya. Lebih lanjut, Supriansa mengatakan Komisi III masih menunggu keputusan dari Pimpinan Komisi III apakah bakal melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Lapas Cipinang atau tidak nantinya sebagai bentuk pengawasan.
"Tergantung Pimpinan Komisi III nanti setelah masuk masa sidang. Sebagai anggota, kita ikut saja," ujar dia. Sementara Pakar Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan sejak awal seharusnya pemerintah melakukan proses hukum pada pihak pihak yang melakukan bisnis narkotika di Lapas, termasuk di dalamnya terhadap para petugas Lapas yang terlibat. Karena, mustahil bisnis ini bisa berjalan jika tidak ada orang dalam yang membantunya.
Bahkan, kata dia, pejabat yang menjadi pelaksana harus dievaluasi jika benar adanya dugaan praktik bisnis kotor didalam sel tersebut. Sebab, harus ada niat yang tegas untuk membersihkan Lapas dari para oknum petugas utamanya yang memfasilitasi bisnis bisnis kotor ini. “Setiap ada kejadian, maka pimpinan instansi selevel pelaksana seperti Dirjen, Direktur, Kepala Lapas atau jabatan lain yang terlibat, itu diganti diberlakukan hukuman disiplin dan jika ada bukti dapat juga diteruskan proses pidananya,” kata Fickar.
Pengamat Hukum Universitas Al Azhar, Suparji Ahmad juga sepakat jika Direktur Jenderal Pemasyarakatan dan Kepala Lapas dilakukan evaluasi maupun diganti meskipun hal itu belum tentu akan menyelesaikan persoalan pokoknya. Karena dugaan bisnis kotor ini bukan hal baru, bahkan sudah berjalan cukup lama dan hampir terjadi di setiap Lapas. Menurut dia, dugaan praktik bisnis kotor tersebut merupakan mata rantai yang dikendalikan dalam suatu jaringan kokoh, mapan dan mengakar kuat dalam lingkungan Lapas. Sebab, praktik ini terjadi diduga melibatkan seluruh jaringan sistem PAS.
“Keberadaan sel berfasilitas istimewa secara logika awam patut dicurigai adanya permainan kotor/ curang oleh aparat yang berwenang yang merupakan pelanggaran atas hukum pidana. Sel berfasilitas istimewa, dan bisnis kotor lainnya di dalam rutan/lapas tidak dapat dilepaskan dari adanya dugaan penyalahgunaan wewenang oleh aparat hukum,” katanya. Ia menambahkan penyalahgunaan wewenang selama ini hampir selalu berkaitan dengan praktik korupsi dan praktik mafia peradilan, kongkalingkong antara tahanan dan petugas Lapas sampai saat ini masih terus berlangsung. “Bahkan, sudah berapa banyak Kepala Lapas yang diganti tetap saja terjadi karena hanya beda pelakunya,” tandasnya.